"Syahri terlihat sudah sangat jauh meninggalkan kami yang sedang mendekati Pohon Nangka. Suasana menjadi hening, tanpa obrolan, gue bingung mau mulai dari mana. Akhirnya...."
Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang keluar dari bibir anak-anak cowok dan perempuan menambah ke khusuan gue yang duduk di baris belakang di dalam musholah tempat gue dan teman-teman mengaji.
“ Ardi, Ayok
baca “ seru Ustadz Hadi sambil menggerakan jari telunjuknya yang di atas lutut ke
arah gue. Gue pun membaca Al-Qur’an di depan beliau dengan suara yang sangat
memaksa sedikit keras agar bisa terdengar oleh Ustadz Hadi.
“ Plaaak “ suara sabetan kalam ke lantai, Ustadz Hadi menggebrak suasana bising tanpa berkata-kata dan hanya memandang anak-anak cowok.
Tidak dapat di pungkiri, gue juga kaget mendengar suara sabetan itu. Suasana pun hening dan tenang. Gue pun
melanjutkan bacaan Ayat sampai 7 baris dan kembali duduk di tempat gue.
“Kalian
jangan kebanyakan bercanda di sini, cara kalian membaca masih belum lancar, kalian
harus banyak membaca lagi supaya tau Ayatnya ( Al-Qur’an ) dan enggak terbata-bata
saat kalian membaca” Ustadz Hadi memberi amanah kepada kami dengan wajah yang
garang memandang anak-anak cowok yang sering bercanda dan berisik.
"Besok-besok kalian yang cowok pakai kopiah ( peci ; penutup rambut ) dan berpakaianlah yang rapi, Khususnya kamu Ardi, Ganti celana jeansmu itu dengan sarung". Tegur Ustadz Hadi kepada gue.
Lantas gue iyakan, besoknya gue pakek sarung, lalu gak lama gue pakek jeans atau celana panjang lagi. Gue gak betah pakek sarung soalnya.
Sebelum masuk, gue dan seluruh teman-teman selalu menunggu di luar Musholah sampai bisa di pastikan tidak ada orang yang sedang Sholat Ba’diyah Isya.
Selama menunggu, ketika
gue berkumpul dengan teman-teman cowok, gue cuma ikut obrolan mereka tentang si
Kemal yang beberapa hari lalu dia di suapi Kotoran Anjing Kering di sawah di
saat siang hari kami sedang main di sana.
Kalau hubungan sosial gue ke teman-teman perempuan, sebelum mereka datang, paling kegiatan gue adalah bersembunyi disisi rumah yang di lalui mereka menuju Musholah.
Dan ketika mereka datang, gue keluar sambil teriak “ HAAAAA “ mengagetkan mereka. Setelah itu gue langsung kabur sebelum si Syahri melemparkan sandalnya kepada gue. Perempuan emang gitu.
Gue cukup
akrab dengan teman-teman yang perempuan. Gue suka bercanda dengan mereka dan
suka membuat mereka tertawa disaat gue bercerita tentang si Kemal. Di antara teman-teman
perempuan lain cuma Syahri yang asik di ajak ngobrol.
Sementara Yanti, teman Syahri saat pulang dan berangkat ngaji selalu cuek ketika gue mengajak ngobrol atau bercanda. Akhirnya, gue cuma bisa memainkan sandal Yanti dengan menendangnya menuju anak cowok lalu kami main oper-operan.
Ke dua mata Yanti
menatap ku tajam, terlihat mukanya memerah dengan bibir yang tiada senyum nya di sana. Gue melihatnya geli dan tertawa dalam hati.
Lucu juga anak perempuan yang satu ini ketika marah.
“ Plaak “
sandal Syahri mengenai lengan kiri gue. Entah apa yang membuat si Syahri hobi
banget membuang sandalnya. Lantas, gue sudahi permainan oper sandal si Yanti dan gue kembalikan kepada dia pakek kaki dari jauh. Lalu sandal Syahri yang masih di wilayah teman-teman cowok, gue
tendang saja sandalnya supaya lebih jauh.
Syahri dan
Yanti, mereka bersahabatan dan sekaligus rumah mereka saling dekat satu sama
lain. Jadi inilah yang membuat mereka pulang dan pergi mengaji atau dalam hal kegiatan
lain selalu berdua.
Syahri adalah orang yang gue anggap asyik karena lebih mudah nyambung ketika di ajak ngobrol, dia juga berpengaruh dalam mengajak teman-teman perempuan lainnya mengaji.
Dalam hal ini, gue anggap dia lah pentolan dari teman-teman perempuan
karena usia dia di atas teman-teman perempuan lainnya. Penampilan dia
sederhana, suara dia cempreng dan cepat di saat ngomong.
Suatu malam ketika kami mengaji, Ibu Ros Istri Ustadz Hadi, masuk ke Musholah dan marah-marah karena Fitri anak beliau mengadu bahwa dia di ledekin oleh salah satu dari kami ( anak-anak cowok ).
Gue pun bertanya kepada Fitri, Siapa orangnya? Dan jawaban
dia adalah Gue Orangnya. Gue pun malu dan memang gue dan teman-teman sering
meledek dia. Tapi gue sedikit gak terima, karena yang memulai meledek dia
adalah Kubil, si Gendut yang hampir membunuh gue karena bercandaannya mengikuti
smackdown yang mencekik gue sampai gue lemas dan kepala gue terbentur rumah Ustadz Hadi, gue pingsan, jatuh dan gue sadar sendiri, ternyata gue gak ada yang pindahin.
Karena
jawaban Fitri menyebut gue, yaudah gue minta maaf ke Fitri di depan orang tuanya
lalu berjanji gak akan gue ulangi. Keesokan harinya gue gak ngaji lagi karena masih
malu. Ketemu Ustadz Hadi aja gue menunduk.
Enam bulan gue gak ngaji-ngaji, tapi gue masih tetep main sama teman-teman ngaji gue. Waktu gue lagi nongkrong bareng teman-teman lainnya di rumah si Kubil, dia pernah bilang ke gue “ Ngaji lagi lah, gak lengkap nih kita “.
Jujur, sebelum
dia ngomong begitu, gue udah kangen ngaji lagi. Gue pertimbangin, terus ketika sholat
magrib, gue lakukan berjamaah yang imamnya Ustadz Hadi sampai selesai.
Lalu setelah itu menunggu Ustadz Hadi selesai Sholat Ba’diyah Magrib. Ketika beliau selesai sholat dan berdoa, gue samperin, gue ungkapin, “Ustadz, Ardi mau ngaji lagi” beliau pun mempersilahkan.
Akhirnya gue ngaji lagi. Dan semenjak kembali mengaji
dengan teman-teman, kelakukan gue berubah drastis, dari yang gue iseng mengaggetkan
dan nendangin sandal perempuan sekarang menjadi gak mau mengganggu. Penampilan gue setiap mengaji berubah menjadi ber-kopiah, bersarung, dan memakai baju kokoh terus.
Penampilan dan kelakuan gue membuat ke heranan di kalangan teman-teman perempuan, khususnya Syahri.
Satu minggu pasca gue mulai aktif kembali, ketika sedang menunggu waktu masuk mengaji, gue menghampiri Syahri yang sedang berdua dengan Yanti. Yaak gue bercanda lagi sama Syahri tapi cara bercanda gue lebih baik ketibang yang dulu.
Syahri terheran “ Widiiih jadi kayak begini loe sekarang, Ar “ ucapnya terkagum melihat
penampilan gue yang ber-kopiah, bersarung, dan berbaju kokoh.
Gue berpenampilan begitu karena sewaktu gue berhenti mengaji selama enam bulan, gue udah sholat terus, dan pakai baju kokoh terus. Ibarat mah Iman gue lagi naik. Jadi kalau lah si Syahri menganggap gue berubah, yaa gue merasa biasa aja.
Ngobrol dan tertawa kami lalui, akhirnya gue
dan Syahri bertukar nomor hape. Gue pun mulai chatingan sama dia gak kenal
waktu, sesering itu.
Di bulan
Juli. Tujuh hari menjelang bulan Ramadan, Di suasana depan rumah gue yang ramai
walau sudah malam, pas gue lagi di ruang tamu dan duduk sambil SMS-an sama dia
( Waktu itu di Zaman Hape Esia ) gue mulai ngerasa, si Syahri kok seperti mulai
males chatingan sama gue, contohnya bales lama dan sekedarnya. Dalam hati gue “
Ngapa si ni orang, biasanya asik tapi kok tiba-tiba dingin begini “ terus gue
telpon dia kan.
“ Halo “.
“ Iyak Halo “ dia menjawab.
“ Hey ngapa si lu, cuek banget “ tanya gue
sambil mulut gue menguap.
“ Gapapa, biasa aja sih “ jawab dia dengan nada
datar.
“ Ada apa, Sis. Cerita aja sama gue mah “ gue
tanya lagi.
Tanpa panjang lebar dia langsung ngomong;
“ Yanti suka sama loe “
“ Haaah, masa, yang enel, cius miapah Yanti suka sama gue, dari kapaan? “ Kaget versi gaul gue
waktu itu.
“ Sejak loe ngaji lagi dan penampilan loe
berubah “.
Gue terus bertanya tentang kok bisa Yanti suka sama gue. Ternyata alasannya, dia ( Yanti ) suka cowok yang memakai sarung, baju kokoh dan kopiah. Yang di mana dia pun enggak menemukan cowok yang begitu di kampung tercinta ini.
Di ujung pembicaraan via telepon,
gue mengaku, udah lama sebelum gue berhenti ngaji sementara, gue udah suka sama
Yanti. Perasaan itu tumbuh di saat gue kenal dia adalah cewek yang pemalu dan gak gampang akrab sama
cowok.
Syahri
dingin ke gue karena dia khawatir kalau si Yanti deket sama gue, pasti dia gue jailin terus sampe nangis. Anyway, Syahri itu udah nganggep Yanti seperti
adiknya sendiri.
Pas tau alasan
dia dingin seperti itu, yak gue ketawa lah. “ Enggak lah sis, gue enggak se
jail yang loe kira “.
Yaudah karena dia udah tau gue dan Yanti sama-sama suka, di situlah gue yang baru masuk kelas 1 SMA bisa ngobrol sama Yanti.
Sistem komunikasi gue sama Yanti yang baru kelas 1 SMP di bantu sama Syahri yang mau meminjamkan
hapenya, karena Yanti belum boleh punya hape oleh orangtuanya.
Di malam
Ramadan yang ke 4 menjelang sholat tarawih. Gue yang di samping Musholah sedang
menunggu Syahri dan Yanti datang. Ketika mereka datang, gue ikut bareng mereka
buat nyamper Novi teman perempuan sepengajian kita buat tarawih. Novi ini teman
sekelas Yanti di sekolah.
Pas di tengah perjalanan di dekat Pohon Nangka, tiba-tiba hape gue jatuh. Hape gue yang sengaja gue jatuhkan ke jalan setapak menjadi pertanda isyarat kepada Syahri supaya jalan duluan dengan cepat meninggalkan gue berdua.
Jadi sebelum ketemu, gue udah membuat rencana
sama Syahri lewat SMS bahwa gue mau ngajak Yanti jadian.
Syahri pun
mengerti dan izin ke gue berdua,
“Gue kerumah Novi duluan yak” lalu dia bergegas
berjalan cepat.
“Ehh entar dulu kak”. Yanti berusaha mencegah Syahri.
“Udaaah enggak apa-apa” bilang gue menenangkan
Yanti.
Syahri terlihat sudah sangat jauh meninggalkan kami yang sedang mendekati Pohon Nangka. Suasana menjadi hening, tanpa obrolan, gue bingung mau mulai dari mana.
Akhirnya gue memakai ke "iseng" an gue lagi. Pas kita berdua sudah berada di bawah Pohon Nangka, gue lihat batang pohon di
atas, langsung aja gue teriak;
“YAA ALLAH SETAAAN SETAAAN” sambil nunjuk ke
batang pohon tersebut.
Yanti
terkaget, suasana pecah, dia setengah teriak “IIH APAAN SI LUH, ENGGAK JELAS” sambil sedikit
tersenyum ke gue, seolah jengkelnya gue itu adalah hal yang lucu buat dia. Dia tertawa,
gue tertawa, setan di atas pohon pun tertawa. Hihihihi.
Mumpung
suasana cair belum membeku dan hening melanda kami berdua, langsung aja gue
bilang;
“Yanti, loe mau gak jadian sama gue”
Setelah gue
bilang begitu, ada jeda, dia gak langsung jawab, dia kayak malu-malu sangat senang begitu.
“ Hallo, heeyy “ gua memanggil dia yang lagi bingung
di samping gue.
“ Iyaak, Mau “ jawab dia dengan suara pelan
tapi gue denger.
“ APAAH, HAAH, LOE NGOMONG APA ? “ Saut suara keras gue
sengaja.
“ Iyaak gue mau, Apaan si loe kenceng banget
suaranya “ Dia balas dengan suara sedikit keras.
Gue tersenyum, dan bilang, "Makasih yak" ke dia.
Sesampainya gue antar dia ke rumah Novi, di sana sudah ada Syahri dan Novi yang pada senyum-senyum ngeliat kami berdua. Gak tau maksud mereka apa senyum-senyum meledek begitu. Yaudah gue balik kanan dari situ dan langsung persiapan tarawih.
Yanti memang mempunyai paras yang cantik, yang anggun, pemalu, suara dia yang lembut, yang gue tau temen-temen gue juga pada ngincer dia. Akhirnya dia memilih gue untuk menjadi kekasih hatinya.
Di jalan
setapak, di bawah Pohon Nangka, Yanti menjadi pacar pertama gue, di usia gue yang ke 15 tahun.
Komentar
Posting Komentar